Anggaran pendidikan naik dua kali lipat dalam lima tahun, tapi hasilnya tidak maksimal.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa kualitas pelayanan
pendidikan nasional masih buruk. Anggaran pendidikan yang dialokasikan
pemerintah hingga saat ini belum tepat sasaran. Dia pun memerintahkan
jajarannya untuk melakukan perombakan besar-besaran.
Pendidikan merupakan salah satu fokus pemerintah saat ini. Makanya
anggaran untuk sektor ini dialokasikan semakin tinggi setiap tahunnya.
Apalagi kata Jokowi, di era persaingan saat ini Indonesia membutuhkan
kualitas sumber daya manusia yang cerdas, produktif dan berkarakter.
Jokowi meminta agar anggaran pendidikan ini digunakan secara efektif
untuk meningkatkan akses dan kualitasnya. Terutama bagi siswa miskin
yang betul-betul membutuhkan pendidikan. Hal ini harus menjadi prioritas
bagi pemerintah.
Selama ini Jokowi mendapat laporan bahwa penyaluran Kartu Indonesia
Pintar (KIP) kurang tepat sasaran. Selain itu infrastruktur pendidikan
juga masih buruk. Dari 1,8 juta ruang kelas, hanya 466,000 dalam kondisi
yang baik. Sementara dari 212,000 sekolah, ada sekitar 100,000 sekolah
yang belum memiliki peralatan pendidikan.
“Saya minta dilakukan perombakan besar-besaran untuk meningkatkan
kualitas pendidikan,” kata Jokowi saat Rapat Terbatas mengenai
efektivitas belanja pendidikan dan kesehatan dalam APBN di Kantor
Presiden, Jakarta, Rabu (5/10).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga mengakui bahwa
penyaluran KIP tidak tepat sasaran. Selama ini pendataan masyarakat atau
siswa miskin yang berhak menerima KIP dilakukan oleh Desa. Kemudian
penyalurannya dilakukan oleh sekolah.
Ternyata pola ini dinilai tidak efektif dan terlalu rumit. Banyak siswa
yang tidak berhak, malah mendapatkan kartu ini. Datanya banyak yang
tidak valid karena banyak siswa yang sudah putus sekolah dan sudah
menikah menerima kartu ini.
“Karena itu sampai akhir Oktober, semua kartu di desa yang sudah beredar kami anggap tidak berlaku,” ujarnya.
Hingga saat ini sudah 60 persen KIP yang dibagikan. Pemerintah akan
mengubah pola pendataan masyarakat berhak mendapatkan 40 persen sisa
kartu yang belum dibagikan. Nantinya pendataan dan penyaluran KIP akan
dilakukan langsung oleh pihak sekolah. Alasannya pihak sekolah yang
lebih mengetahui siapa siswanya yang benar-benar membutuhkan.
Pemerintah menyadari bahwa selama ini manajemen anggaran subsidi
pendidikan masih buruk. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
mengakui bahwa peningkatan anggaran pendidikan luar biasa setiap
tahunnya, tapi kualitas pendidikannya tidak banyak berubah. Salah satu
masalah utamanya adalah tunjangan profesi guru yang dinaikkan sanggat
tinggi, padahal belum tentu ada hasilnya.
“Lalu yang kedua, daerah ternyata belum mematuhi kewajiban 20 persen
(anggaran) pendidikan ternyata. Otomatis pendidikan di daerah enggak
bisa jalan kalau seperti itu,” ujarnya.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan
mengatakan dalam ratas tadi sore, Presiden Jokowi membongkar manajemen
pendidikan yang masih buruk. “Jadi dananya (anggaran pendidikan) kalau
dilihat pada 2009 itu Rp 208 triliun, sekarang Rp 416 triliun, kok gak
kelihatan hasilnya. Sekarang mau dibongkar supaya jangan business as usual saja,” ujarnya.
Berbeda dengan pendidikan, Jokowi mengaku untuk penyaluran Kartu
Indonesia Sehat (KIS) sudah sangat baik. “Distribusi KIS saya sudah cek
sendiri diatas 95% tepat sasaran karena saya setiap kelas 3 di RS pasti
semua sudah memegang kartu itu,” ujarnya.
Dia hanya meminta agar kualitas pelayanan dasar dan rujukan kesehatan,
terutama di daerah-daerah terpencil untuk lebih diperhatikan. Paradigma
kesehatan jangan hanya berorientasi untuk mengobati, tapi lebih
ditingkatkan dengan edukasi dan membudayakan hidup sehat di masyarakat.
“Dua hal ini penting untuk memperbaiki strategi pembiayaan dan strategi
anggaran, sehingga betul-betul bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat.”
Selama ini Jokowi mendapat laporan bahwa penyaluran Kartu Indonesia
Pintar (KIP) kurang tepat sasaran. Selain itu infrastruktur pendidikan
juga masih buruk. Dari 1,8 juta ruang kelas, hanya 466,000 dalam kondisi
yang baik. Sementara dari 212,000 sekolah, ada sekitar 100,000 sekolah
yang belum memiliki peralatan pendidikan.
“Saya minta dilakukan perombakan besar-besaran untuk meningkatkan
kualitas pendidikan,” kata Jokowi saat Rapat Terbatas mengenai
efektivitas belanja pendidikan dan kesehatan dalam APBN di Kantor
Presiden, Jakarta, Rabu (5/10).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga mengakui bahwa
penyaluran KIP tidak tepat sasaran. Selama ini pendataan masyarakat atau
siswa miskin yang berhak menerima KIP dilakukan oleh Desa. Kemudian
penyalurannya dilakukan oleh sekolah.
Ternyata pola ini dinilai tidak efektif dan terlalu rumit. Banyak siswa
yang tidak berhak, malah mendapatkan kartu ini. Datanya banyak yang
tidak valid karena banyak siswa yang sudah putus sekolah dan sudah
menikah menerima kartu ini.
“Karena itu sampai akhir Oktober, semua kartu di desa yang sudah beredar kami anggap tidak berlaku,” ujarnya.
Hingga saat ini sudah 60 persen KIP yang dibagikan. Pemerintah akan
mengubah pola pendataan masyarakat berhak mendapatkan 40 persen sisa
kartu yang belum dibagikan. Nantinya pendataan dan penyaluran KIP akan
dilakukan langsung oleh pihak sekolah. Alasannya pihak sekolah yang
lebih mengetahui siapa siswanya yang benar-benar membutuhkan.
Pemerintah menyadari bahwa selama ini manajemen anggaran subsidi
pendidikan masih buruk. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
mengakui bahwa peningkatan anggaran pendidikan luar biasa setiap
tahunnya, tapi kualitas pendidikannya tidak banyak berubah. Salah satu
masalah utamanya adalah tunjangan profesi guru yang dinaikkan sanggat
tinggi, padahal belum tentu ada hasilnya.
“Lalu yang kedua, daerah ternyata belum mematuhi kewajiban 20 persen
(anggaran) pendidikan ternyata. Otomatis pendidikan di daerah enggak
bisa jalan kalau seperti itu,” ujarnya.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan
mengatakan dalam ratas tadi sore, Presiden Jokowi membongkar manajemen
pendidikan yang masih buruk. “Jadi dananya (anggaran pendidikan) kalau
dilihat pada 2009 itu Rp 208 triliun, sekarang Rp 416 triliun, kok gak
kelihatan hasilnya. Sekarang mau dibongkar supaya jangan business as usual saja,” ujarnya.
Berbeda dengan pendidikan, Jokowi mengaku untuk penyaluran Kartu
Indonesia Sehat (KIS) sudah sangat baik. “Distribusi KIS saya sudah cek
sendiri diatas 95% tepat sasaran karena saya setiap kelas 3 di RS pasti
semua sudah memegang kartu itu,” ujarnya.
Dia hanya meminta agar kualitas pelayanan dasar dan rujukan kesehatan,
terutama di daerah-daerah terpencil untuk lebih diperhatikan. Paradigma
kesehatan jangan hanya berorientasi untuk mengobati, tapi lebih
ditingkatkan dengan edukasi dan membudayakan hidup sehat di masyarakat.
“Dua hal ini penting untuk memperbaiki strategi pembiayaan dan strategi
anggaran, sehingga betul-betul bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat.”