Sejarah singkat Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh tepat pada 1 Oktober 2016,
Hari ini 1 OKtober adalah bertepatan dengan hari kesaktian Pancasila,
dimana pada beberapa tahun lalu satu hari sebelumnya telah terjadi
tragedi G30SPKI yang terkenal. Dan syukur Negara kita tercinta Indonesia
selamat dari upaya pemusnahan tersebut.
Pada 30 September itu
telah terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap jenderal-jenderal putra
terbaik bangsa Indonesia. Mereka yang menjadi korban itu adalah: Letnan
Jenderal A. Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Haryono, Mayjen S. parman,
Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Letnan Satu Pire Andreas
Tendean, dan Brigadir Polisi Karel Susult Tubun. Sementara Jenderal A.H.
Nasution berhasil meloloskan diri dari kepungan G.30.S PKI, meski
kakinya kena tembak dan putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban dan
beberapa hari kemudian meninggal dunia.
Pada tanggal tersebut pemberontak berhasil menguasai dua sarana komunikasi yaitu RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi masing-masing di Jalan Merdeka Barat dan di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi jam 07.20 dan jam 08.15. pemberontak mengumumkan tentang terbentuknya “Dewan Revolusi” di pusat dan di daerah-daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Juga diumum, gerakan tersebut ditujukan kepada “Jenderal-Jenderal” anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan coup terhadap pemerintah.
Pada saat bersamaan diumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora. Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung dengan wakil-wakilnya Brigjen Supardjo, Letkol (Udara) Heru, (Laut) Sunardi dan Arjun Komisaris Besar Polisi Anwas.
Deputy II MEN/PANGAD MAYJEN
TNI Suprato, Deputy III MEN/PANGAD Mayjen TNI Haryono MT, ASS 1
MEN/PANGAD Mayjen TNI Suparman, ASS III MEN/PANGAD Brigjen TNI DI
Pandjaitan, IRKEH OJEN AD Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, yang kemudian
beliau mendapat gelar sebagai Pahlawan Revolusi. Usaha PKI untuk
menculik dan membunuh MEN PANGAB Jenderal TNI A.H. Nasution mengalami
kegagalan, namun Ajudan beliau Lettu Czi Piere Tendean dan putri beliau
yang berumur 5 tahun Ade Irma Suryani Nasution telah gugur menjadi
korban kebiadaban gerombolan G 30 S/PKI. Dalam peristiwa ini Ade Irma
Suryani telah gugur sebagai tameng Ayahandanya. Para pemimpin TNI AD
tersebut dan Ajudan Jenderal TNI Nasution berhasil diculik dan dibunuh
oleh gerombolan G 30 S/PKI tersebut, kemudian secara kejam
dibuang/dikuburkan di dalam satu tempat yakni di sumur tua di Lubang
Buaya daerah Pondok Gede.
Setelah
adanya tindakan PKI dengan G 30 S/PKI-nya tersebut, maka keadaan di
seluruh tanah air menjadi kacau. Rakyat berada dalam keadaan
kebingungan, sebab tidak diketahui di mana Pimpinan Negara berada.
Demikian pula halnya nasih para Pemimpin TNI AD yang diculikpun tidak
diketahui bagaimana nasib dan beradanya pula.
Usaha untuk mencari
para pimpinan TNI AD yang telah diculik oleh gerombolan G 30 S/PKI
dilakukan oleh segenap Kesatuan TNI/ABRI dan akhirnya dapat diketahui
bahwa para pimpinan TNI AD tersebut telah dibunuh secara kejam dan
jenazahnya dimasukan ke dalam sumur tua di daerah Pondok Gede, yang
dikenal dengan nama Lubang Buaya.
Dari tindakan PKI dengan G 30 S nya, maka secara garis besar dapat diutarakan :
- Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, untuk itu maka Gerakan 30 September telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis.
- Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.
- Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.
- Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.
Padahal
sudah jelas bahwa Pancasila lah satu-satunya ideologi yang sempurna
dimana Pancasila ini sifatnya adalah Universal tidak memojok pada satu
golongan atau perorangan.
Dan kini pun setelah tujuh puluh satu
tahun perjalanan bangsa Indonesia, Pancasila telah banyak mengalami batu
ujian dan dinamika sistem politik, mulai zaman Orde Lama dengan
demokrasi parlementer, zaman Orde Baru dengan demokrasi terpimpin hingga
Orde Reformasi saat ini dengan demokrasi multipartai. Tapi Pancasila
tetap eksis di bumi Nusantara ini, namun dewasa kini kita perhatikan,
Pancasila hanya dijadikan pajangan ditiap ruang-ruang kerja tanpa ada
penghayatan dan pengamalan makna dari Pancasila tersebut.
Direbut dalam 20 menit
Berdasarkan fakta sejarah, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera bertindak cepat. Setelah menerima laporan lengkap dari Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah karena pimpinan Angkatan Darat lumpuh karena penculikan-penculikan dan pembunuhan maka untuk sementara pucuk pimpinan Angkatan Darat dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto.
Operasi militer dimulai sore hari tanggal 1
Oktober 1965, pasukan RPKAD di bawah pimpinan Komandannya Kolonel Sarwo
Edhie Wibowo menerima perintah untuk merebut RRI Pusat dan Pusat
Telekomunikasi. Hanya dalam waktu 20 menit kedua sarana telekomunikasi
telah direbut kembali dari tangan pemberontak G.30.S/ PKI. Melalui RRI
Pimpinan Angkatan Darat mengumumkan adanya penculikan 6 orang perwira
tinggi dan perebutan kekuasaan oleh G.30.S.
Pasukan-pasukan Batalyon 454/Para Divisi Diponegoro dan Batalyon 530/Para Divisi/Brawijaya yang berada di lapangan Merdeka berdiri di pihak yang melakukan pemberontakan. Kedua pasukan ini didatangkan ke Jakarta dalam rangka Hari Ulang Tahun ABRI 5 Oktober 1965.
Difitnah dan dibunuh |
Ketika dilangsungkan upacara pemberangkatan 7 jenazah Pahlawan Revolusi korban kebiadaban aksi kontra Revolusi G.30.S/PKI ke tempat istirahatnya yang terakhir, Menko Hankam Kasad Jendral Nasution mengatakan, “Hari ini tanggal 5 Oktober Hari Angkatan Bersenjata tetapi kali ini dihina oleh fitnahan, penghianatan, penganiayaan, dan pembunuhan. Kami semua difitnah, dan kamu semua dibunuh. Kalau fitnahan itu benar kami semua bersedia mengikuti jejakmu”.
Dikatakan selanjutnya dalam masa 20 tahun penuh, kamu telah memberi dharma bhaktimu untuk cita-cita yang tinggi. Biarpun dicemarkan difitnah sebagai pengkhianat, tetapi kami tahu kamu telah berjuang di atas jalan yang benar, kami tidak pernah ragu. Kami semua akan melanjutkan perjuangan kamu. Demikian pesan Jenderal Nasution yang diucapkan dalam nada menangis dan penuh haru.
Penangkapan simpatisan PKI
Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis – perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara lainnya 2.000.000 orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan melakukan pembunuhan-pembunuhan massa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu “terbendung mayat”.
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah “Time” memberitakan:
“Pembunuhan-pembunuhan
itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat
menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatra Utara, di mana
udara yang lembab membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari
daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang
benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi
terhambat secara serius.”
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap
sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di
permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai
Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden
khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang
mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan
tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani
meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Di
daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman
mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar
pemburuan-pemburuan rasialis “anti Tionghoa” terjadi. Pekerja-pekerja
dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes
atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling
sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan
sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih
dilakukan sampai sekarang, termasuk beberapa dozen sejak tahun 1980-an.
Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus
Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta
itu.
Mengapa Soeharto menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila?
Hari
Kesaktian Pancasila dilahirkan oleh Jenderal Soeharto dalam rangka
melakukan terhadap pemerintahan Presiden Soekarno. Sedangkan Pancasila
dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945 dengan Bung Karno sebagai
penggalinya. Padahal sang penggali sendiri tidak pernah menjadikannya
sebagai pusaka yang sakti, sehingga menjadi sesuatu yang lahir secara
wajar dan sesuai dengan keadaan obyektif pada waktu itu. Tetapi dalam
perkembangannya kemudian selama pemerintahan Bung Karno, Pancasila
senantiasa diterima oleh bangsa Indonesia sebagai dasar berbangsa dan
bernegara, dan dengan dasar Pancasila jugalah kemudian
rongrongan-rongrongan dan pemberontakan kaum reaksioner DI/TII,
PRRI/Permesta dan tindakan mereka yang membentuk Dewan Gajah, Dewan
Banteng dan sebagainya kemudian bisa dihancurkan dengan dukungan Rakyat.
Oleh karena Pancasila itu diterima dan didukung oleh Rakyat, walaupun diantara para pendukung Pancasila itu sendiri belum tentu bisa memahaminya secara jelas, namun kepercayaan atau kecintaan Rakyat terhadap Pancasila dan penggalinya (Bung Karno) telah sangat melekat. Hal inilah yang kemudian dimanipulasi oleh Jenderal Suharto dan jenderal-jenderal Angkatan Darat lainnya untuk mengkhianati dan menghancurkan Pancasila dan penggalinya sekaligus.
Tanggal 1
Oktober 1965 dini hari, yaitu hari yang sesungguhnya ketika apa yang
menamakan dirinya Gerakan Tigapuluh September atau G30S itu bergerak,
setelah salah seorang pelakunya yang juga merupakan orang terdekat
Jenderal Soeharto yaitu Kolonel Latif melaporkan rencananya kepada
Soeharto yang sedang menunggu anaknya bernama Tommy Soeharto di rumah
sakit Gatot Subroto.
Sumber : https://www.babatpost.com/2016/10/01/31980-sejarah-singkat-hari-kesaktian-pancasila-yang-jatuh-tepat-pada-1-oktober-2016.html
Sumber : https://www.babatpost.com/2016/10/01/31980-sejarah-singkat-hari-kesaktian-pancasila-yang-jatuh-tepat-pada-1-oktober-2016.html